PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2005
TENTANG
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
I.
UMUM
Pada hakekatnya pendidikan dalam konteks
pembangunan nasional mempunyai fungsi: (1) pemersatu bangsa, (2) penyamaan
kesempatan, dan (3) pengembangan potensi diri. Pendidikan diharapkan dapat
memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
memberi kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi
dalam pembangunan, dan memungkinkan setiap warga negara untuk mengembangkan
potensi yang dimilikinya secara optimal. Sementara itu, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan
dasar hukum penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan nasional.
Undang-undang tersebut memuat visi, misi, fungsi, dan tujuan pendidikan
nasional, serta strategi pembangunan pendidikan nasional, untuk mewujudkan
pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat, dan berdaya saing
dalam kehidupan global.
Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan
sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang
berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Misi pendidikan nasional adalah: (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
(2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional,
regional, dan internasional; (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan
kebutuhan masyarakat dan tantangan global; (4) membantu dan memfasilitasi
pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat
dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan masukan
dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian
yang bermoral; (6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga
pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman,
sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan (7)
mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan
prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Terkait dengan visi dan misi pendidikan
nasional tersebut di atas, reformasi pendidikan meliputi hal-hal berikut:
Pertama, penyelenggaraan pendidikan dinyatakan
sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat, di mana dalam proses tersebut harus ada pendidik
yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan
potensi dan kreativitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya
pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma
pembelajaran. Paradigma pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik
dalam mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada
paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik
untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk
manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia,
berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan
rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Kedua, adanya perubahan pandangan tentang
peran manusia dari paradigma manusia sebagai sumber daya pembangunan, menjadi
paradigma manusia sebagai subjek pembangunan secara utuh. Pendidikan harus
mampu membentuk usia seutuhnya yang digambarkan sebagai manusia yang memiliki
karakteristik personal yang memahami dinamika psikososial dan lingkungan
kulturalnya. Proses pendidikan harus mencakup: (1) penumbuhkembangan keimanan,
ketakwaan; (2) pengembangan wawasan kebangsaan, kenegaraan, demokrasi, dan
kepribadian; (3) penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) pengembangan,
penghayatan, apresiasi, dan ekspresi seni; serta (5) pembentukan manusia yang
sehat jasmani dan rohani. Proses pembentukan manusia di atas pada hakekatnya
merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat.
Ketiga, Adanya pandangan terhadap keberadaan
peserta didik yang terintegrasi dengan lingkungan sosial kulturalnya dan pada
gilirannya akan menumbuhkan individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat
mandiri yang berbudaya. Hal ini sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi
intelektual, emosional dan spiritual peserta didik di dalam memahami sesuatu,
mulai dari tahapan paling sederhana dan bersifat eksternal, sampai tahapan yang
paling rumit, dan bersifat internal, yang berkenaan dengan pemahaman dirinya
dan lingkungan kulturalnya. Keempat; Dalam rangka mewujudkan visi dan
menjalankan misi pendidikan nasional, diperlukan suatu acuan dasar (benchmark)
oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara lain meliputi
kriteria dan kriteria minimal berbagai aspek yang terkait dengan
penyelenggaraan pendidikan. Dalam kaitan ini, kriteria dan kriteria
penyelenggaraan pendidikan dijadikan pedoman untuk mewujudkan: (1) pendidikan
yang berisi muatan yang seimbang dan
holistik; (2) proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi,
mendorong kreativitas, dan dialogis; (3) hasil pendidikan yang bermutu dan
terukur; (4) berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan;
(5) tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya
potensi peserta didik secara optimal; (6) berkembangnya pengelolaan pendidikan
yang memberdayakan satuan pendidikan; dan (7) terlaksananya evaluasi,
akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan
secara berkelanjutan.
Acuan dasar tersebut di atas merupakan standar
nasional pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan
satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan
pendidikan yang bermutu. Selain itu, standar nasional pendidikan juga
dimaksudkan sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan
akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.
Standar nasional pendidikan memuat kriteria
minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur
pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan
karakteristik dan kekhasan programnya. Standar nasional pendidikan tinggi
diatur seminimal mungkin untuk memberikan keleluasaan kepada masing-masing
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dalam mengembangkan mutu
layanan pendidikannya sesuai dengan program studi dan keahlian kerangka otonomi
perguruan tinggi. Demikian juga standar nasional pendidikan untuk jalur
pendidikan nonformal hanya mengatur hal-hal pokok dengan maksud memberikan
keleluasaan kepada masing-masing satuan pendidikan pada jalur pendidikan
nonformal yang memiliki karakteristik tidak terstruktur untuk mengembangkan
programnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan jalur
informal yang sepenuhnya menjadi kewenangan keluarga dan masyarakat didorong
dan diberikan keleluasaan dalam mengembangkan program pendidikannya sesuai dengan
kebutuhan keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, standar nasional pendidikan
pada jalur pendidikan informal hanya mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
pengakuan kompetensi peserta didik saja.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas.
Pasal 2
Cukup Jelas.
Pasal 3
Pendidikan nasional yang bermutu diarahkan
untuk pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Pasal 4
Cukup Jelas.
Pasal 5
Cukup Jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud
pendidikan umum meliputi SD/MI/ paket A, SMP/MTs/Paket B, dan SMA/MA/Paket C
atau bentuk lain yang sederajat. Yang dimaksud pendidikan kejuruan meliputi
SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat.
Yang dimaksud
pendidikan khusus meliputi SDLB, SMPLB, dan SMALB atau bentuk lain yang
sederajat. Pelaksanaan semua kelompok mata pelajaran disesuaikan dengan tingkat
perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
Ayat (1)
butir a
Yang dimaksud dengan
kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia termasuk di dalamnya muatan
akhlak mulia yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai
perwujudan dari pendidikan agama.
Kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket
B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan
untuk peningkatan potensi spiritual. Peningkatan potensi spiritual dalam
kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia mencakup pengenalan, pemahaman,
dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut
dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi
spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi
yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan.
Kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia untuk MA atau bentuk lain yang sederajat,
dapat dimasukkan dalam kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ayat (1)
butir b
Kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A,
SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang
sederajat dimaksudkan untuk peningkatan
kesadaran dan
wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya
sebagai manusia. Kesadaran dan wawasan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara mencakup upaya pendidikan untuk pembentukan pribadi yang unggul
secara individual, dan pembudayaan serta pembentukan masyarakat memadai.
Kesadaran dan
wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara,
penghargaan terhadap hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian
lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan
pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi,
kolusi, dan nepotisme.
Kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia serta Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan
dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/
SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat diamalkan sehari-hari
oleh peserta didik di dalam dan di luar sekolah, dengan contoh pengamalan
diberikan oleh setiap pendidik dalam interaksi sosialnya di dalam dan di luar
sekolah, serta dikembangkan menjadi bagian dari budaya sekolah.
Muatan bahasa
mencakup antara lain penanaman kemahiran berbahasa dan apresiasi terhadap karya
sastra. Untuk menanamkan apresiasi terhadap karya sastra Indonesia, BSNP
menetapkan karya-karya sastra Indonesia unggulan yang wajib dipelajari oleh
peserta didik pada setiap jenjang pendidikan.
Ayat (1)
butir c
Kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/Paket A atau bentuk lain
yang sederajat dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku
ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri. Kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/SMPLB/Paket B atau bentuk lain yang
sederajat dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan
teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan
mandiri.
Kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMA/MA/SMALB/Paket C atau bentuk
lain yang sederajat dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi lanjut akan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis,
kreatif dan mandiri.
Kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMK/MAK atau bentuk lain yang
sederajat dimaksudkan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi,
membentuk kompetensi, kecakapan, dan kemandirian kerja.
Ayat (1)
butir d
Kelompok mata
pelajaran estetika pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan
untuk meningkatkan sensitifitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan
mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan kemampuan
mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik
dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup,
maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu mendapatkan kebersamaan
yang harmonis.
Ayat (1)
butir e
Kelompok mata
pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan pada SD/MI/SDLB/ Paket A atau
bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta
menanamkan sportifitas dan kesadaran hidup sehat. Kelompok mata pelajaran
jasmani, olah raga, dan kesehatan pada SMP/MTs/SMPLB/Paket B atau bentuk lain
yang sederajat dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan
sportifitas dan kesadaran hidup sehat. Kelompok mata pelajaran jasmani, olah
raga, dan kesehatan pada SMA/MA/SMALB/Paket C atau bentuk lain yang sederajat
dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sikap sportif,
disiplin, kerja sama, dan hidup sehat. Budaya hidup sehat termasuk kesadaran,
sikap, dan perilaku hidup sehat yang bersifat individual maupun yang bersifat
kolektif kemasyarakatan seperti keterbebasan dari perilaku seksual bebas,
kecanduan narkoba, HIV/AIDS, demam berdarah, muntaber, dan penyakit lain yang
potensial untuk mewabah.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Pelaksanaan
pendidikan secara holistik dimaksudkan bahwa proses pembelajaran antar kelompok
mata pelajaran bersifat terpadu dalam mencapai standar kompetensi yang
ditetapkan.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Ayat (6)
Cukup Jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Ilmu pengetahuan
alam sekurang-kurangnya terdiri atas fisika, kimia, dan biologi. Ilmu
pengetahuan sosial sekurang-kurangnya terdiri atas ketatanegaraan, ekonomika,
sosiologi, antropologi, sejarah, dan geografi.
Ayat (6)
Ilmu pengetahuan
alam dipilih dari muatan dan/atau kegiatan fisika, kimia, atau biologi yang
disesuaikan dengan program kejuruan masing-masing. Ilmu pengetahuan sosial
dipilih dari muatan dan/atau kegiatan ketatanegaraan, ekonomika, sejarah,
sosiologi, antropologi, atau geografi yang disesuaikan dengan program kejuruan
masing-masing.
Ayat (7)
Cukup Jelas.
Ayat (8).
Cukup Jelas.
Pasal 8
Cukup Jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Dalam mengembangkan
kerangka dasar dan struktur kurikulum, perguruan tinggi melibatkan asosiasi
profesi, instansi pemerintah terkait, dan kelompok ahli yang relevan, misalnya,
di bidang kedokteran melibatkan departemen yang menangani urusan pemerintahan
di bidang kesehatan dan Konsil Kedokteran Indonesia.
Ayat (2)
Pendidikan agama,
pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa hanya diajarkan pada program sarjana dan
diploma.
Ayat (3)
Mata kuliah
statistika dan matematika dimaksudkan untuk memberikan dasar-dasar pemahaman dan
penerapan metode kuantitatif yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan
program studi yang bersangkutan. Untuk program studi tertentu mata kuliah
matematika dapat diganti dengan mata kuliah logika.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Pasal 10
Cukup Jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah memfasilitasi satuan pendidikan yang berupaya menerapkan
sistem satuan kredit semester karena sistem ini lebih mengakomodasikan bakat,
minat, dan kemampuan peserta didik. Dengan diberlakukannya sistem ini maka
satuan pendidikan tidak perlu mengadakan program pengayaan karena sudah
tercakup (built in) dalam sistem ini.
Ayat (2) dan Ayat (3)
Dengan
diberlakukannya Standar Nasional Pendidikan, maka Pemerintah memiliki
kepentingan untuk memetakan sekolah/madrasah menjadi sekolah/madrasah yang
sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan sekolah/madrasah
yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Terkait dengan hal tersebut,
Pemerintah mengkategorikan sekolah/madrasah yang telah memenuhi atau hampir
memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori mandiri, dan
sekolah/madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam
kategori standar. Berbagai upaya ditempuh agar alokasi sumber daya Pemerintah
dan Pemerintah Daerah diprioritaskan untuk membantu sekolah/madrasah yang masih
dalam kategori standar untuk bisa meningkatkan diri menuju kategori mandiri.
Terhadap sekolah/madrasah yang telah masuk dalam kategori mandiri, Pemerintah
mendorongnya untuk secara bertahap mencapai taraf internasional. Terkait dengan
penuntasan wajib belajar, Pemerintah tetap berkomitmen untuk mendukung
penyelenggaraan wajib belajar sesuai dengan ketentuan Undang-undang Sisdiknas
terlepas dari apakah sekolah/madrasah termasuk dalam kategori mandiri atau
standar. Pemerintah mendorong dan memfasilitasi diberlakukannya sistem satuan
kredit semester (SKS) karena kelebihan sistem ini sebagaimana dijelaskan dalam
penjelasan ayat (1).
Terkait dengan itu
SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, dan SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau
bentuk lain yang sederajat dapat menerapkan sistem SKS. Khusus untuk SMA/MA/SMALB,
SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat yang berkategori mandiri harus
menerapkan sistem SKS jika menghendaki tetap berada pada kategori mandiri.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Pasal 12
Cukup Jelas.
Pasal 13
Cukup Jelas.
Pasal 14
Cukup Jelas.
Pasal 15
Cukup Jelas.
Pasal 16
Cukup Jelas.
Pasal 17
Cukup Jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Untuk pendidikan
tinggi kalender pendidikan disebut kalender akademik.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Pasal 19
Cukup Jelas.
Pasal 20
Cukup Jelas.
Pasal 21
Cukup Jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Penilaian hasil
pembelajaran mencakup aspek kognitif, psikomotorik, dan/atau afektif sesuai
dengan karakteristik mata pelajaran.
Ayat (2)
Ketentuan pada ayat
ini tidak menutup kemungkinan penggunaan teknik penilaian yang lain sesuai
dengan karakteristik hasil pembelajaran dan kompetensi yang harus dikuasai
peserta didik.
Ayat (3)
Observasi
dimaksudkan untuk mengukur pembahasan sikap dan perilaku peserta didik sebagai
indikasi dari keberhasilan pembelajaran dalam aspek afektif dan psikomotorik.
Pasal 23
Cukup Jelas.
Pasal 24
Cukup Jelas.
Pasal 25
Cukup Jelas.
Pasal 26
Cukup Jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Standar kompetensi
lulusan pendidikan tinggi dikembangkan oleh masing-masing perguruan tinggi
sesuai dengan karakteristik program studi akademik, vokasi, dan profesi.
Pasal 28
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
pendidik pada ketentuan ini adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi dan
berkompetensi sebagai guru, dosen, konselor, pamong, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Yang dimaksud dengan
pendidik sebagai agen pembelajaran (learning agent) pada ketentuan ini adalah
peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi
inspirasi belajar bagi peserta didik.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Butir a
Yang dimaksud dengan
kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang
meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Butir b
Yang dimaksud dengan
kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak
mulia.
Butir c
Yang dimaksud dengan
kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara
luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi
standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Butir d
Yang dimaksud dengan
kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat
untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik dan masyarakat
sekitar.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Pasal 29
Standar kualifikasi pendidik sebagaimana
diatur dalam pasal ini diterapkan secara bertahap. BSNP menetapkan
pentahapannya untuk masing-masing jenjang pendidikan. Dalam menetapkan
pentahapan tersebut BSNP memperhatikan pertimbangan dari Menteri.
Pasal 30
Cukup Jelas.
Pasal 31
Cukup Jelas.
Pasal 32
Cukup Jelas.
Pasal 33
Cukup Jelas.
Pasal 34
Cukup Jelas.
Pasal 35
Cukup Jelas.
Pasal 36
Cukup Jelas.
Pasal 37
Cukup Jelas.
Pasal 38
Cukup Jelas.
Pasal 39
Cukup Jelas.
Pasal 40
Cukup Jelas.
Pasal 41
Cukup Jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
sumber belajar lainnya antara lain journal, majalah, artikel, website, dan
compact disk.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Pasal 43
Cukup Jelas.
Pasal 44
Cukup Jelas.
Pasal 45
Cukup Jelas.
Pasal 46
Cukup Jelas.
Pasal 47
Cukup Jelas.
Pasal 48
Cukup Jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Pengelolaan satuan
pendidikan meliputi perencanaan program, penyusunan kurikulum tingkat satuan
pendidikan, kegiatan pembelajaran, pendayagunaan pendidik dan tenaga
kependidikan, Pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan, penilaian hasil
belajar, dan pengawasan.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Pasal 50
Cukup Jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Anggota Dewan
Pendidik terdiri atas para pimpinan satuan pendidikan dan semua pendidik tetap.
Pimpinan satuan pendidikan
terdiri atas kepala sekolah/madrasah dan wakil kepala sekolah.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Dalam hal musyawarah
tidak mencapai mufakat maka dewan pendidik dan/atau komite sekolah/madrasah
menyerahkan pengambilan keputusan yang bersangkutan kepada lembaga berwenang di
atasnya. Dalam hal sekolah/madrasah yang bersangkutan merupakan satuan
pendidikan negeri, maka lembaga yang berwenang adalah dinas kabupaten/kota yang
menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan atau kantor departemen yang
menangani urusan di bidang agama kabupaten/kota. Dalam hal sekolah/ madrasah
yang bersangkutan merupakan satuan pendidikan swasta, maka lembaga yang
berwenang adalah badan hukum yang menjadi penyelenggara satuan pendidikan
dimaksud.
Pasal 52
Cukup Jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
butir a
Cukup Jelas.
butir b
Cukup Jelas.
butir c
Cukup Jelas.
butir d
Cukup Jelas.
butir e
Cukup Jelas.
butir f
Cukup Jelas.
butir g
Cukup Jelas.
butir h
Cukup Jelas.
butir i
Cukup Jelas.
butir j
Cukup Jelas.
butir k
RAPBS harus bersifat
komprehensif yang meliputi sumber dan alokasi penggunaan biaya untuk satu tahun
yang secara akuntabel dan transparan diketahui oleh orang tua/wali peserta
didik.
butir l
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Pasal 54
Cukup Jelas.
Pasal 55
Cukup Jelas.
Pasal 56
Cukup Jelas.
Pasal 57
Yang dimaksud dengan supervisi manajerial
meliputi aspek Pengelolaan dan administrasi satuan pendidikan. Yang dimaksud
dengan supervisi akademik meliputi aspek-aspek pelaksanaan proses pembelajaran.
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan
pihak terkait antara lain perangkat daerah atau instansi yang menangani urusan
pendidikan di kabupaten/kota.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Ayat (6)
Cukup Jelas.
Ayat (7)
Cukup Jelas.
Ayat (8)
Cukup Jelas.
Pasal 59
Cukup Jelas.
Pasal 60
Cukup Jelas.
Pasal 61
Cukup Jelas.
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Yang termasuk biaya
personal peserta didik antara lain pakaian, transpor, buku pribadi, konsumsi,
akomodasi, dan biaya pribadi lainnya.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Pasal 63
Cukup Jelas.
Pasal 64
Cukup Jelas.
Pasal 65
Cukup Jelas.
Pasal 66
Ayat (1)
Ujian nasional
mengukur kompetensi peserta didik dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi, dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional
Pendidikan oleh peserta didik, satuan pendidikan, dan/atau program pendidikan.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Hasil ujian nasional
dapat dibandingkan baik antar satuan pendidikan, antara daerah, maupun antar
waktu untuk pemetaan mutu pendidikan secara nasional.
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
BSNP melakukan
evaluasi penyelenggaraan ujian nasional dan dapat mengusulkan hal-hal yang
perlu diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 68
Butir a
Cukup Jelas.
Butir b
Hasil ujian nasional
dijadikan sebagai salah satu dasar seleksi untuk melanjutkan ke jenjang yang
lebih tinggi. Satuan pendidikan dapat melakukan seleksi dengan menggunakan
instrumen seleksi yang materinya tidak diujikan dalam Ujian Nasional, misalnya
tes bakat skolastik, tes intelegensi, tes minat, tes bakat, tes kesehatan, atau
tes lainnya sesuai dengan Kriteria pada satuan pendidikan tersebut.
Butir c
Cukup Jelas.
Butir d
Cukup Jelas.
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Surat keterangan
hasil ujian nasional sekurang-kurangnya berisi:
a.
Identitas peserta didik;
b.
Pernyataan bahwa peserta didik
yang bersangkutan telah menempuh Ujian Nasional;
c.
Tanggal dan satuan pendidikan di
mana Ujian Nasional telah ditempuh oleh peserta didik;
d.
Nilai Ujian Nasional untuk setiap
mata pelajaran yang diujikan; dan
e.
Status kelulusan Ujian Nasional,
untuk jenjang SMP/SMPLB/MTs atau bentuk lain yang sederajat, SMA/SMALB atau
bentuk lain yang sederajat, dan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat.
Pasal 70
Cukup Jelas.
Pasal 71
Cukup Jelas.
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Dalam mengembangkan
kriteria kelulusan, BSNP mempertimbangkan keragaman mutu pendidikan secara
nasional dan/atau tolok ukur (benchmark) yang bersifat regional maupun
internasional. Kriteria kelulusan peserta didik yang dikembangkan oleh BSNP
tidak menghambat penuntasan program wajib belajar.
Pasal 73
Cukup Jelas.
Pasal 74
Cukup Jelas.
Pasal 75
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Menteri menunjuk
pejabat yang bertanggung jawab sebagai ketua sekretariat BSNP yang melaksanakan
pengelolaan ketenagaan, sarana dan prasarana, serta administrasi dan keuangan
untuk dapat mendukung pelaksanaan tugas BSNP sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3)
Penunjukan tim ahli
didasarkan atas keahlian yang relevan dengan bidang yang dikembangkan yang
berasal dari asosiasi profesi, tenaga ahli yang direkomendasikan oleh instansi
pemerintah terkait dan lainnya. Misalnya, pengembangan kompetensi lulusan SMK
di bidang pelayaran melibatkan departemen yang menangani urusan pemerintahan di
bidang perhubungan; pengembangan kompetensi lulusan SMK di bidang pariwisata
melibatkan ahli dari Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan asosiasi
jasa travel; pengembangan kompetensi lulusan SMK di bidang kesehatan melibatkan
unsur profesi bidang kesehatan dan departemen yang menangani urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 76
Cukup Jelas.
Pasal 77
Cukup Jelas.
Pasal 78
Cukup Jelas.
Pasal 79
Cukup Jelas.
Pasal 80
Cukup Jelas.
Pasal 81
Cukup Jelas.
Pasal 82
Cukup Jelas.
Pasal 83
Cukup Jelas.
Pasal 84
Cukup Jelas.
Pasal 85
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Contoh dari kelompok
masyarakat yang memiliki kompetensi tersebut adalah organisasi profesi berbadan
hukum yang diakui oleh Pemerintah.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Pasal 86
Cukup Jelas.
Pasal 87
Cukup Jelas.
Pasal 88
Cukup Jelas.
Pasal 89
Cukup Jelas.
Pasal 90
Cukup Jelas.
Pasal 91
Ayat (1)
Pemerintah dan
Pemerintah Daerah mendorong dan membantu satuan pendidikan formal dalam
melakukan penjaminan mutu (quality assurance) agar memenuhi atau melampaui
Standar Nasional Pendidikan, sehingga dapat dikategorikan ke dalam kategori mandiri.
Bantuan Pemerintah
dan Pemerintah Daerah kepada satuan pendidikan dalam penjaminan mutu lebih
diprioritaskan pada satuan pendidikan formal dan nonformal yang
menyelenggarakan program wajib belajar dan satuan pendidikan formal yang masih
berada pada kategori standar. Dalam rangka lebih mendorong penjaminan mutu ke
arah pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, Pemerintah dan
Pemerintah Daerah memberikan perhatian khusus pada penjaminan mutu satuan
pendidikan tertentu yang berbasis keunggulan lokal.
Dalam rangka lebih
mendorong penjaminan mutu ke arah pendidikan yang berdaya saing pada tingkat
global, Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan perhatian khusus pada
satuan pendidikan tertentu yang berkategori mandiri dan berorientasi untuk bertaraf
internasional.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Pasal 92
Cukup Jelas.
Pasal 93
Cukup Jelas.
Pasal 94
Butir a
Cukup Jelas.
Butir b
Cukup Jelas.
Butir c
Sebelum standar
kualifikasi akademik berlaku efektif, BSNP mengembangkan standar antara yang
secara bertahap menuju pencapaian standar kualifikasi pendidik sebagaimana
dimaksud pada Pasal 29 Peraturan Pemerintah ini.
Butir d
Cukup Jelas.
Butir e
Cukup Jelas.
Pasal 95
Cukup Jelas.
Pasal 96
Cukup Jelas.
Pasal 97
Cukup Jelas.
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 4496
Tidak ada komentar:
Posting Komentar