UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
GURU DAN DOSEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
|
:
|
a.
b.
c.
d.
|
bahwa
pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan
bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa,
dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan
relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan
yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan
lokal, nasional, dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu
guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;
bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat
strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sebagaimana
dimaksud pada huruf a sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang
bermartabat;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b,
dan huruf c perlu dibentuk Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.
|
Mengingat
|
:
|
1.
|
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan
huruf c perlu dibentuk Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.
|
|
|
2.
|
Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4301).
|
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG
GURU DAN DOSEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2.
Dosen adalah pendidik profesional dan
ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3.
Guru besar atau profesor yang
selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen
yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
4.
Profesional adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
5.
Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah,
pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur
pendidikan formal.
6. Satuan pendidikan adalah kelompok
layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan
formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan.
7. Perjanjian kerja atau kesepakatan
kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja
serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8. Pemutusan hubungan kerja atau
pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak
dan kewajiban antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9. Kualifikasi akademik adalah ijazah
jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai
dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
10. Kompetensi adalah seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
11. Sertifikasi adalah proses pemberian
sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
12. Sertifikat pendidik adalah bukti
formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga
profesional.
13. Organisasi profesi guru adalah
perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk
mengembangkan profesionalitas guru.
14. Lembaga pendidikan tenaga
kependidikan adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk
menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk
menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
15. Gaji adalah hak yang diterima oleh
guru atau dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
16. Penghasilan adalah hak yang diterima
oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas
keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi
dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik profesional.
17. Daerah khusus adalah daerah yang
terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang
terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana
alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
18. Masyarakat adalah kelompok warga
negara Indonesia
nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
19. Pemerintah adalah pemerintah pusat.
20. Pemerintah daerah adalah pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
21.
Menteri adalah menteri yang menangani
urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 3
(1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang
pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen
pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada Pasal
3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen
pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi
kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab.
BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
(1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a. memiliki bakat, minat, panggilan
jiwa, dan idealisme;
b.
memiliki komitmen untuk meningkatkan
mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c.
memiliki kualifikasi akademik dan latar
belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d.
memiliki kompetensi yang diperlukan
sesuai dengan bidang tugas;
e.
memiliki tanggung jawab atas
pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f.
memperoleh penghasilan yang ditentukan
sesuai dengan prestasi kerja;
g.
memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h.
memiliki jaminan perlindungan hukum
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i.
memiliki organisasi profesi yang
mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas
keprofesionalan guru.
(2) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan
melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak
diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,
nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
BAB IV
GURU
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui
pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10
(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada
guru yang telah memenuhi persyaratan.
(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki
program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh
Pemerintah.
(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan
akuntabel.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan
yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk
peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam
jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi
akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a.
memperoleh penghasilan di atas
kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan
sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam
melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d.
memperoleh kesempatan untuk
meningkatkan kompetensi;
e.
memperoleh dan memanfaatkan sarana dan
prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f.
memiliki kebebasan dalam memberikan
penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada
peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan
perundang-undangan;
g.
memperoleh rasa aman dan jaminan
keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat
dalam organisasi profesi;
i.
memiliki kesempatan untuk berperan
dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j.
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan
dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
k.
memperoleh pelatihan dan pengembangan
profesi dalam bidangnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada
gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional,
tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai
guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
Pasal 16
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang
diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara
dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa
kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah (APBD).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan
fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi
tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
Pasal 18
(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (1) kepada guru yang bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan
1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa
kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus,
berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan
pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta
kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan
kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat
tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a.
merencanakan pembelajaran, melaksanakan
proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran;
b.
meningkatkan dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c.
bertindak objektif dan tidak
diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan
kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi
peserta didik dalam pembelajaran;
d.
menjunjung tinggi peraturan
perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan
etika; dan
e.
memelihara dan memupuk persatuan dan
kesatuan bangsa;
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 21
(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib
kerja kepada guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi
kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di
daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai
guru dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan
dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan
nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1) Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama
di lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin efisiensi dan mutu
pendidikan.
(2) Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengembangkan kompetensi yang
diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan nasional, pendidikan bertaraf
internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan,
Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 24
(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah,
kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin
keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta
untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang
diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah,
kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan
kewenangan.
(3) Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah,
kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal sesuai dengan kewenangan.
(4) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh
masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru-tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi
akademik, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
Pasal 25
(1) Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan
transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan
kerja bersama.
Pasal 26
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat
ditempatkan pada jabatan struktural.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di
Indonesia wajib mematuhi kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat
dipindahtugaskan antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun
antarsatuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau
promosi.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan
permohonan pindah tugas, baik antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota,
antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah
daerah memfasilitasi kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai
dengan kewenangan.
(4) Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan
berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi
kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1
(satu) kali, dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib
menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling
sedikit selama 2 (dua) tahun.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah
bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah tugas
setelah tersedia guru pengganti.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib
menyediakan guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran
pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang bertugas di daerah khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1) Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai guru
karena:
a. meninggal dunia;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. atas permintaan sendiri;
d. sakit jasmani dan/atau rohani
sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua
belas) bulan; atau
e. berakhirnya perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara pendidikan.
(2) Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru
karena:
a.
melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama; atau
c. melalaikan kewajiban dalam
menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3) Pemberhentian guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun.
(5) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang
diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai
negeri sipil.
Pasal 31
(1) Pemberhentian guru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang
bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2) Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang
diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi
finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 32
(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan
profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4) Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 33
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau
masyarakat ditetapkan dengan peraturan Menteri.
Pasal 34
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan
mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk
meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 35
(1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing
dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
(2) Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya
40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 36
(1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di
daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh
penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 37
(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan,
tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional,
dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan
pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang
tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang
tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan
nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada
guru yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 39
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau
satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan
tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan
hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan
hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi,
atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik,
masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan
dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan
pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan
kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja,
dan/atau risiko lain.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 40
(1) Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji
penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesembilan
Organisasi Profesi dan Kode Etik
Pasal 41
(1) Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.
(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk
memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan,
perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.
(4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi
profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi profesi guru
mempunyai kewenangan:
a. menetapkan dan menegakkan kode etik
guru;
b.
memberikan bantuan hukum kepada guru;
c. memberikan perlindungan profesi
guru;
d.
melakukan pembinaan dan pengembangan
profesi guru; dan
e. memajukan pendidikan nasional.
Pasal 43
(1) Untuk menjaga dan
meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika
yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Pasal 44
(1) Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru.
(2) Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.
(3) Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk
mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi
atas pelanggaran kode etik oleh guru.
(4) Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran
dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
(5) Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan
guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
BAB V
DOSEN
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi,
Sertifikasi, dan Jabatan Akademik
Pasal 45
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan
satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 46
(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi
sesuai dengan bidang keahlian.
(2) Dosen memiliki
kualifikasi akademik minimum:
a. lulusan program magister untuk
program diploma atau program sarjana; dan
b.
lulusan program doktor untuk program
pascasarjana.
(3) Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat
diangkat menjadi dosen.
(4) Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dan keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan pendidikan
tinggi.
Pasal 47
(1) Sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
memiliki pengalaman kerja sebagai
pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
b.
memiliki jabatan akademik
sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
c.
lulus sertifikasi yang dilakukan oleh
perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan
pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk
menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
(1) Status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.
(2) Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor,
lektor kepala, dan profesor.
(3) Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki
kualifikasi akademik doktor.
(4) Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen-tidak tetap
ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 49
(1) Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan
tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
(2) Profesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta
menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.
(3) Profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang
sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat
diangkat menjadi profesor paripurna.
(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai profesor paripurna sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 50
(1) Setiap orang yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 mempunyai kesempatan yang sama untuk
menjadi dosen.
(2) Setiap orang, yang akan diangkat menjadi dosen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), wajib mengikuti proses seleksi.
(3) Setiap orang dapat diangkat secara langsung menduduki jenjang jabatan
akademik tertentu berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik,
kompetensi, dan pengalaman yang dimiliki.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 51
(1) Dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan, dosen berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas
kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan
sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam
melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk
meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana
pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
e. memiliki kebebasan akademik, mimbar
akademik, dan otonomi keilmuan;
f.
memiliki
kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik;
dan
g.
memiliki kebebasan untuk berserikat
dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada
gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan profesi, tunjangan
fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan
yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip
penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
Pasal 53
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik yang
diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara
dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada
tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
(1) Pemerintah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pasal 55
(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal
52 ayat (1) kepada dosen yang bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan
1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1) Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang
diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi setara 2
(dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa
kerja, dan kualifikasi yang sama.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 57
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1)
merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan,
asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi dosen, serta kemudahan
untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen, pelayanan kesehatan,
atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat
tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 58
Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat berhak memperoleh jaminan sosial
tenaga kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 59
(1) Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka berhak
memperoleh dana dan fasilitas khusus dari Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah.
(2) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah di daerah khusus, berhak atas rumah
dinas yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangan.
Pasal 60
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban:
a.
melaksanakan pendidikan, penelitian,
dan pengabdian kepada masyarakat;
b.
merencanakan, melaksanakan proses
pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
c.
meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi
akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni;
d.
bertindak objektif dan tidak
diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi
fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam
pembelajaran;
e.
menjunjung tinggi peraturan
perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika;
dan
f.
memelihara dan memupuk persatuan dan
kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 61
(1) Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib
kerja kepada dosen dan/atau warga negara Indonesia lain yang memenuhi
kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai dosen di
daerah khusus.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai
dosen dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 62
(1) Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon dosen untuk
memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi
kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon dosen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan,
Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 63
(1) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi
dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya
pendidikan yang bermutu.
Pasal 64
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan
struktural sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dosen yang diangkat oleh Pemerintah
pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 65
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan
tinggi di Indonesia wajib mematuhi peraturan perundang-undangan.
Pasal 66
Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan berdasarkan perjanjian kerja
atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 67
(1) Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. telah mencapai batas usia pensiun;
c. atas permintaan sendiri;
d. tidak dapat melaksanakan tugas
secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan karena sakit jasmani dan/atau
rohani; atau
e. berakhirnya perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama antara dosen dan penyelenggara pendidikan.
(2) Dosen dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya karena:
a.
melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama; atau
c. melalaikan kewajiban dalam
menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3) Pemberhentian dosen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun.
(5) Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai
70 (tujuh puluh) tahun.
(6) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan dari jabatannya,
kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan
sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 68
(1) Pemberhentian dosen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang
bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri.
(2) Dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh
kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 69
(1) Pembinaan dan
pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen dilakukan melalui jabatan
fungsional.
(4) Pembinaan dan pengembangan karier dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 70
Kebijakan strategis
pembinaan dan pengembangan profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat ditetapkan dengan
peraturan Menteri.
Pasal 71
(1) Pemerintah wajib
membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen pada satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina
dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen.
(3) Pemerintah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan
pengabdian dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau masyarakat.
Pasal 72
(1) Beban kerja dosen
mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses
pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih,
melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian
kepada masyarakat.
(2) Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sepadan
dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester (SKS) dan sebanyak-banyaknya 16
(enam belas) satuan kredit semester.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja dosen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 73
(1) Dosen yang berprestasi,
berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh
penghargaan.
(2) Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh
penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 74
(1) Penghargaan dapat
diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi
keilmuan, dan/atau satuan pendidikan tinggi.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan tinggi, tingkat
kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat
internasional.
(3) Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat
istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada dosen dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang
tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang
tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan tinggi, hari
pendidikan nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 75
(1) Pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib
memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan
hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan
terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau
perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat,
birokrasi, dan/atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan terhadap pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga profesional yang
meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, mimbar
akademik, dan otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang dapat
menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan
kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja,
dan/atau risiko lain.
(6) Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk
menggunakan data dan sumber yang dikategorikan terlarang oleh peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 76
(1) Dosen memperoleh cuti
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk pengembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan memperoleh hak gaji penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
SANKSI
Pasal 77
(1) Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak guru;
d. penurunan pangkat;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
f.
pemberhentian
tidak dengan hormat.
(3) Guru yang berstatus
ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak melaksanakan tugas
sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi
sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat, yang tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5) Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh organisasi
profesi.
(6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri.
Pasal 78
(1) Dosen yang diangkat
oleh Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak dosen;
d. penurunan pangkat dan jabatan
akademik;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
f.
pemberhentian
tidak dengan hormat.
(3) Dosen yang diangkat
oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
(4) Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang
tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) mempunyai hak membela diri.
Pasal 79
(1) Penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat (4),
Pasal 71, dan Pasal 75 diberi sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan penyelenggaraan
satuan pendidikan; atau
d. pembekuan kegiatan penyelenggaraan
satuan pendidikan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
(1) Pada saat mulai
berlakunya Undang-Undang ini:
a. guru yang belum memiliki sertifikat
pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau guru yang
bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
b. dosen yang belum memiliki sertifikat
pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54
ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau dosen yang
bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
(2) Tunjangan fungsional
dan maslahat tambahan bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 81
Semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan
Undang-Undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 82
(1) Pemerintah mulai
melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua
belas) bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2) Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik
sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik
dan sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya
Undang-Undang ini.
Pasal 83
Semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus
diselesaikan selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak berlakunya
Undang-Undang ini.
Pasal 84
Undang-Undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ----
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
SOESILO BAMBANG
YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal ----
MENTERI HUKUM DAN HAM
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 157
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
GURU DAN DOSEN
I. UMUM
Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional
adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, pendidikan
merupakan faktor yang sangat menentukan. Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa (1) setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan; (2) Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur dalam
undang-undang; (3) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya; (4) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang; (5) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja
negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Salah satu amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian
diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai
pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara
Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan
proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Kualitas manusia yang
dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu
menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas
manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu. Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan
yang sangat strategis. Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga
profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi
terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip
profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam
memperoleh pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan uraian di atas,
pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai misi
untuk melaksanakan tujuan Undang-Undang ini sebagai berikut:
1. mengangkat martabat guru dan dosen;
2. menjamin hak dan kewajiban guru dan
dosen;
3. meningkatkan kompetensi guru dan
dosen;
4. memajukan profesi serta karier guru
dan dosen;
5. meningkatkan mutu pembelajaran;
6. meningkatkan mutu pendidikan
nasional;
7. mengurangi kesenjangan ketersediaan
guru dan dosen antardaerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan
kompetensi;
8. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan
antardaerah; dan
9. meningkatkan pelayanan pendidikan
yang bermutu.
Berdasarkan visi dan misi
tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk
meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional, sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga
profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional.
Sejalan dengan fungsi
tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab.
Untuk meningkatkan
penghargaan terhadap tugas guru dan dosen, kedudukan guru dan dosen pada
jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu
dikukuhkan dengan pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat tersebut merupakan
pengakuan atas kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Dalam
melaksanakan tugasnya, guru dan dosen harus memperoleh penghasilan di atas
kebutuhan hidup minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya.
Selain itu, perlu juga
diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis guru dan
dosen yang meliputi penegakan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga
profesional, pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen; perlindungan
hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja.
Berdasarkan visi, misi, dan
pertimbangan-pertimbangan di atas diperlukan strategi yang meliputi:
1. penyelenggaraan sertifikasi pendidik
berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi profesional;
2. pemenuhan hak dan kewajiban guru dan
dosen sebagai tenaga profesional yang sesuai dengan prinsip profesionalitas;
3. penyelenggaraan kebijakan strategis
dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru dan dosen
sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi
yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan;
4. penyelenggaraan kebijakan strategis
dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen untuk meningkatkan
profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen;
5. peningkatan pemberian penghargaan
dan jaminan perlindungan terhadap guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas
profesional;
6. peningkatan peran organisasi profesi
untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dan dosen dalam
pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional;
7. penguatan kesetaraan antara guru dan
dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah
dan pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang bertugas pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat;
8. penguatan tanggung jawab dan
kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian
anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai
tenaga profesional; dan
9. peningkatan peran serta masyarakat
dalam memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen.
Pengakuan kedudukan guru
dan dosen sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem
pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian,
ketenagakerjaan, keuangan, dan pemerintahan daerah.
Sehubungan dengan hal itu,
diperlukan pengaturan tentang kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga
profesional dalam suatu Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.